Rabu, 24 September 2014

Just Need Your Time, Oppa! (Part 2)


Kini hari telah berganti. Hari memang sudah pagi bahkan menjelang siang, tapi aku masih berbaring malas di sini. Aku sama sekali tak punya semangat untuk bekerja hari ini. Awalnya aku punya rencana pagi ini aku akan membantu eomma untuk mengurusi tokonya dan sorenya aku akan ke studio foto untuk memulai pekerjaanku. Tapi beberapa menit yang lalu aku menghubungi eomma dan tuan Han kalau aku tidak datang hari ini karena sedang tidak enak badan. Untung mereka memakluminya. karena memang mereka mengetahui tentang penyakitku.
“Eonni-ya, apa kau masih ingin bermalas-malasan disini saja? Kau tidak ingin mandi, eoh?” Aku
hanya menatap malas gadis yang berada di sebelahku. Rara memang tidak pulang dari apartementku setelah mengantarku dari rumah sakit kemarin. Dia bilang ingin menemaniku. Padahal aku tahu dia tak pulang karena dia pasti khawatir tentang penyakitku ini yang baru diberitahu oleh Kwon uisa kemarin.
“Aish, kan sudah ku katakan hari ini aku tak akan beraktivitas hari ini. Entah Rara-ya, mengapa aku begitu malas hari ini. Ah sebentar, aku ingin mandi dulu.” Aku memilih untuk mandi. Yah setidaknya walau aku tidak ada kegiatan, yang terpenting aku sudah segar dan wangi setelah mandi. Walau hatiku tak pernah sesegar itu.
Dan di sinilah aku, kamar mandi berwarna biru lautku. Aku begitu menikmati guyuran air yang berasal dari shower di kamar mandiku ini. Saat-saat mandi adalah saat-saat terindah bagiku. karena bagiku, guyuran air ini bagai menghapus semua hal yang tidak ingin aku ingat hari ini. Menjadi seorang yang baru untuk hari ini. Aku terduduk di bawah air dingin yang membasahi tubuhku ini. Benar-benar sangat sejuk.
“Argh..”
Seketika kepalaku berdenyut. Sangat sakit. Aku memang biasa merasakan sakit seperti ini. Tapi mengapa kali ini lebih sakit dari biasanya? Apa karena penyakitku yang tiap hari kian parah ini? Ah, aku benar-benar tak bisa menahan rasa sakit ini. Aku menjambak rambutku kuat. Berharap rasa sakit ini akan berkurang ataupun hilang. Ya Tuhan.. Aku mohon jangan siksa aku dengan penyakit bodoh ini. Kumohon. Ini sangatlah sakit.
Seketika sekelebat banyangan Dong Hae oppa muncul. Ah, aku merasa bersalah tidak memberi tahunya tentang penyakitku. Dan aku ingat hari ini Dong Hae oppa dan member lain akan berangkat ke Indonesia. Aku berharap dia tak pernah mengetahui ini. Aku takut ini akan mengganggu pekerjaannya. Aku tak mau. Aku berharap aku akan segera sembuh agar bisa menjadi hidupku yang biasa. Tanpa membebani seseorang disini. Aku pernah berharap menghabiskan waktu terakhirku bersama Dong Hae oppa. Tapi kurasa, itu sangatlah sulit.
Apa aku harus menjalani pengobatan di Canada itu? Ya Tuhan…
“Rara-ya, apa aku harus melakukan pengobatan itu di Canada?” Pertanyaan itu seketika keluar dari mulutku. Sedari tadi aku hanya memikirkan masalah itu. Duduk di halaman rumah di pagi hari memang bisa membuat nyaman dan hangat. Dan Rara yang sedari tadi memandang lurus ke depan lalu menatapku.
“Apa maksudmu? Kau mau melakukan pengobatan di Negara yang sangat jauh dari tanah lahirmu sendiri hum?”
“Kurasa aku membutuhkan pengobatan itu. Kau ingin kan aku kembali menjadi Kim Ji Woo yang tidak berpenyakit seperti dulu?”
“Baiklah, aku akan mendukungmu. Tapi ku mohon, biarkan aku ikut bersamamu. Aku ingin menemanimu.”
“Ne, kau boleh ikut denganmu. Ayolah, berikan pelukan untuk eonni-mu ini.” Dengan rasa sayang, kami berpelukan. Pelukan erat seorang sahabat yang sangat hangat dan nyaman. Aku ingin aku selalu bisa bersamanya. Aku menyayangi sahabatku ini. Sahabat yang mengetahui penyakitku dari awal hingga sekarang.
Namun tiba-tiba, kepalaku kembali berdenyut dan terasa berputar. Tuhan, mengapa rasa sakit ini selalu datang saat aku sedang bersama orang tersayangku? Saat aku memikirkan orang-orang di sekitarku? Aku tak mungkin menunjukkan rasa sakitku padanya. Tak bisa di pungkiri, rasa sakit ini semakin menyiksa diriku. Aku mulai merasakan aliran darah yang keluar dari hidungku. Namun seketika dekapan eratku mulai longgar dan pandangan kini gelap.
#Dong Hae’s POV
Akhirnya aku bersama hyeong dan dongsaengku tiba di Indonesia yang sudah malam ini. Perjalanan yang tidak bisa di katakan sebentar karena membutuhkan waktu berjam-jam. Tiba di Indonesia, kami langsung menuju hotel, mempersiapkan hal-hal yang akan ditampilkan untuk show kami besok. Aku harap, kami tak akan mengecewakan penggemar kami disini.
Semua member sudah berada di kamarnya masing-masing. Mungkin semuanya sudah terlelap tidur. Tapi aku masih tidak bisa tidur di kamarku. Pikiranku melayang, memikirkan Kim Ji yang berada di Korea itu. Memandang bentangan langit malam yang bertabur bintang membuatku mengingat wajah cantik Kim Ji. Entah mengapa aku khawatir dengan keadaannya di sana. Hatiku mengatakan ada sesuatu yang dialami Kim Ji di sana. Aku ingin sekali menghubunginya hanya untuk menanyakan kabarnya saat ini, tapi tiba-tiba perkataan Meneger Hyeong membuatku mengurungkan niatku itu.
“Untuk kali ini, aku tidak mengizinkan kalian untuk menggunakan ponsel kalian. Jika sudah selesai konser terakhir dan akan pulang ke Korea, kalian boleh menggunakan ponsel kalian kembali. Aku tak ingin ponsel itu akan mengganggu kalian disini.”
Meneger Hyeong benar-benar tega. Padahal dia tahu aku mempunyai kekasih yang harus aku pantau setiap kali. Ya Tuhan, kumohon jaga kekasihku agar selalu baik-baik saja sampai aku kembali nanti. Aku mencintainya.
“Hae-ya, kau tidak tidur? Ini sudah sangat malam. Kau bisa sakit!” Aku tersenyum sejenak saat menyadari seseorang yang tiba-tiba berdiri di sampingku ini adalah Eun Hyuk, sahabatku. Pria yang tingginya setara denganku ini menatap sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke langit hitam nan cerah itu.
“Aku sedang memikirkan Kim Ji. Aku merindukannya.” Aduku padanya, membuat tubuhnya mengarah sempurna ke diriku. Dari ujung mataku, aku dapat melihatnya tersenyum manis.
“Aku tahu perasaanmu ketika berada jauh dari Kim Ji. Tapi ini tidak lama, Hae-ya. Kita di sini hanya memakan waktu dua hari, tak lebih. Setelah kembali ke Korea, kau akan kembali bersamanya lagi. Kau hanya perlu bersabar!”
“Hmm… Aku pikir juga begitu. Terima kasih.”
#Kim Ji’s POV
Ini sudah hari kedua Dong Hae oppa di Indonesia. Tapi aku sudah beberapa kali menghubunginya, tapi ponselnya masih saja mati. Apa dia sengaja mematikan telfonnya? Bahkan setiap foto yang aku kirim kepadanya, ia tak pernah membalasnya. Aku hanya ingin mengatakan jika besok aku akan berangkat ke Canada untuk menjalani pengobatanku. Huh~ bagaimana aku harus memberitahunya.
Saat ini aku sedang berada di rumah sakit. Tidur dengan lemas di ranjang rumah sakit ini. Kemarin aku pingsan di pelukan Rara dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Dan kata uisanim, aku harus segera menjalani pengobatan itu. Walau aku tahu, kesempatan sembuhku tidak sebanyak harapanku. Aku hanya bisa pasrah saat ini. Dan saat ini, eomma sudah berada di sini.
“Jinnie, kau sudah memberi tahu Dong Hae kalau kau akan pergi ke Canada besok?” Pertanyaan eomma tiba-tiba itu membuatku mengalihkan perhatianku dari ponselku yang aku genggam. Menatap mata teduh wanita paruh baya ini.
“Ponselnya tidak aktif, eomma. Aku rasa dia sibuk di Indonesia. Aku akan memberitahunya jika ponselnya sudah ia aktifkan kembali.” Eomma hanya mengangguk mendengarkan penjelasanku. Ya, kuharap besok itu akan terjadi.
Hari keberangkatanku. Hari dimana aku akan meninggalkan Korea dalam waktu yang tidak ditentukan. Dan saat ini aku sudah berada di bandara, menunggu kedatangan pesawat yang akan mengantarkanku ke Canada untuk mulai melakukan pengobatan agar aku bisa sembuh. Disini aku membawa dokter Kwon dan beberapa perawat ke Canada. Bersama eomma dan Rara, aku akan pergi. Appa-ku? Dia sudah tenang bersama Tuhan di surga sana.
Keadaanku saat ini memang sangat lemah. Makanya aku dianjurkan untuk pergi dengan kursi roda yang didorong oleh Rara. Namun sedari tadi, aku terus menggenggam ponselku dan mencoba menelfon Dong Hae oppa agar dia tidak terlalu khawatir aku tidak ada di apartement. Tapi tetap saja ponselnya tidak aktif. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya disana?
“Kajja, kita pergi. Pesawatnya sudah tiba.” Aku hanya menggangguk lemas menyetujui perkataan eomma tadi. Aku pergi tanpa memberitahu Dong Hae oppa. Sungguh aku sangat tidak mengharapkan ini!
Kursi rodaku terus didorong sampai pintu keberangkatan. Tapi aku tidak putus asa untuk mencoba menelfon Dong Hae oppa. Dengan harapan akan diangkat olehnya. Ya Tuhan, aku mohon semoga dia mengangkat telfonku. Hanya mendengar suaranya aku sudah senang. Kali ini saja. Dan, yeah! Tersambung.. terima kasih Tuhan..
#Dong Hae’s POV
Drrttt.. Drrttt..
Aku menghentikan gerakan tanganku yang dari tadi mengetuk pintu kamar apartement saat merasakan sebuah getaran ponselku di celanaku. Aku memang baru saja menyalakan ponselku. Saat ini aku sedang berada di depan kamar apartement Kim Ji. Ya, setelah sampai di Korea jam 8 pagi tadi, aku langsung melesat ke sini saat jam sudah menunjukkan pukul 9 tepat. Aku sudah sangat ingin menemuinya.
Dengan segera aku merogoh saku celanaku dan mengambil benda persegi panjang yang terus berbunyi itu. Aku membaca layar ponselku melihat siapa yang menelfonku. ‘Jinnie calling’. Aku langsung mengangkat telfonnya. Aku sangat rindu suaranya yang manis itu, sungguh!
“Yeoboseyo.”
“Yeoboseyo, oppa.”
“Jinnie, aku sedang berada di depan kamar apartementmu. Kajja buka pintunya. Aku sudah mengetuk pintu ini dari tadi, namun tidak ada seorang pun yang membukakan pintu untukku.”
“Mianhae, oppa. Aku sedang tidak ada di kamar. Aku sedang ada di bandara untuk pergi ke Canada.”
“MWO?”
“Mianhae, oppa. Aku sebenarnya ingin memberitahumu sejak kemarin, tapi ponselmu tidak aktif. Aku akan pergi ke Canada untuk menjalani pengobatan kanker darah yang aku derita. Kumohon jangan susul aku di bandara. karena itu akan sia-sia. Aku akan selalu mengabarimu dan secepatnya aku akan kembali ke Korea. Menjadi Kim Ji Woo baru yang tidak berpenyakit.”
“Kumohon, biarkan aku menyusulmu. Aku merindukanmu!”
“Tidak, jangan! Tapi saat aku sudah kembali, kita akan bersama. Aku yakin. Jaga dirimu baik-baik, oppa. Pesawat sudah akan lepas landas. Selamat tinggal, oppa. Tunggu aku kembali. Saranghae.”
“Yeoboseyo.. Jinnie.. yeoboseyo. Argh..”
Aku begitu frustasi sekarang. Dia tak membiarkanku untuk menyusulnya. Kakiku seakan lemas. Dan kini, aku sudah jatuh berlutut di atas tanah. Aku tak peduli orang-orang melihatku aneh. Ya Tuhan, apa maksudnya ini? Apa ini balasan darimu karena aku sering mengabaikan Kim Ji dan tidak pernah memberikan waktuku untuknya?
Aku benar-benar menyesal sekarang. Dia pergi dengan penyakit yang beberapa menit lalu baru aku ketahui. Padahal aku sengaja cepat-cepat ingin sampai ke Korea untuk segera menemuinya. Harapanku yang akan memeluknya erat saat aku melihatnya pupus sudah. Semuanya sudah terjadi dan dia sudah pergi. Benar-benar membuatku bingung. Sungguh jika sudah seperti ini, ingin rasanya aku memutar waktu untuk mengulangnya lagi bersama Kim Ji.
Ya Tuhan, jika ini memang balasan untukku, aku akan menerimanya. Baiklah, aku terima karena ini memang salahku dari awal karena sering lebih mementingkan pekerjaanku daripada kekasihku. Yang sebenarnya aku tahu dia sering membutuhkanku. Tapi kumohon Tuhan, sembuhkanlah dia. Aku ingin saat dia kembali nanti, dia menjadi Kim Ji yang aku kenal dengan keadaan yang baik-baik saja.
Jinnie, aku mohon jangan terlalu lama pergi. Aku akan menunggumu. Terima kasih untuk semua perhatianmu. Aku janji akan memberikan banyak waktuku jika kau pulang nanti. Mengubah semua perlakuanku padamu. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu, Kim Ji Woo.
—THE END—
Cerpen Karangan: Jinnie Kim
Facebook: http://www.facebook.com/dhea.safitri524

Share This!



1 komentar: